SEMARANG - Limbah darah RPH (Rumah Potong Hewan) Ambarawa tengah
menjadi perbincangan hangat sejak tahun lalu, hal ini terjadi lantaran limbah
dari RPH tersebut mencemari badan air terdekat, yakni Kali Pentung. Akibatnya warga di sekitar sungai tersebut merasa
terganggu. Seperti yang di lansir pada detik news (29 Agustus 2018), Kali
Pentung yang seharusnya bisa digunakan untuk cuci pakaian dan mandi, kini tidak
bisa berfungsi sebagaimana mestinya dikarenakan karena bau dan menyebabkan
gatal-gatal.
Hingga artikel ini
diterbitkan, aktifitas pemotongan hewan di RPH masih berjalan dengan kapasitas
pemotongan 6 sapi/hari. IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang ditinjau
oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Semarang ketika ada keluhan dari warga
pada tahun 2018 juga belum diperbaiki. Sementara itu, menurut Kepala Dinas
Pertanian, Perikanan, dan Pangan Kabupaten Semarang , bangunan RPH itu tidak
bisa direhabilitasi karena merupakan bangunan cagar budaya.
Berawal
dari kunjungan ke Kelurahan Kupang, yang sebagian besar warganya berprofesi
sebagai petani, sekelompok mahasiswa Undip yang terdiri dari Kartika Pertiwi,
Farkhan Atoillah, Retno Wulansari, Nurullah,dan Irsyad Amrullah menggagas
pemanfaatan limbah RPH di Desa Kupang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang.
“Kami
awalnya baca-baca penelitian-penelitian tentang kandungan limbah RPH pada
umumnya serta kebutuhan nutrisi yang diperlukan tanaman pertanian.Ternyata
kandungan limbah RPH ini bisa digunakan untuk membuat pupuk dengan metode
fermentasi dengan campuran bahan lain yang mudah dijumpai di Ambarawa. Bahan
pembuatanya mudah dan murah, prosesnya gampang untuk dilakukan, pasti
masyarakat mudah mempraktikan. Sekarang baru pelatihan pada petani Dusun Kupang
Rejo, harapannya dapat meluas ke daerah lain,” ungkap Kartika, ketua kelompok.
Pupuk yang saat ini dipakai oleh
petani kebanyakan masih menggunakan pupuk kimia yang berdampak buruk bagi
perkembangan produksi dan kontur tanah. Penggunaan pupuk kimia secara terus
menerus ini mengakibatkan menurunnya tingkat kesuburan tanah yang akan
berpengaruh pada produktivitas tanaman di masa yang akan datang. Disisi lain
ada limbah yang berpotensi diolah menjadi pupuk organik, jadi harapannya
pelatihan ini dapat meningkatkan keuntungan para petani Desa Kupang dengan
adanya penekanan biaya produksi di bagian pembelian pupuk,” sambung Farkhan.
Pelatihan pengolahan limbah RPH dilakukan kepada
kelompok tani Kupang Rejo dimulai bulan April 2019 yang juga kemudian dilakukan
pelatihan mandiri.
“Pelatihan pengolahan limbah RPH ini menambah
keterampilan saya pribadi dan anggota kelompok tani lain. Akhirnya kami
mempunyai kegiatan mandiri yang produktif. Selain itu, limbah RPH baik itu
darah maupun kotoran hewan yang tadinya mencemari sungai kini semakin berkurang
karena kami olah menjadi pupuk. Saat ini pupuk dari limbah RPH dapat digunakan
untuk pupuk di lahan kami masing-masing, Harapannya selain mengurangi limbah
RPH, pupuk organik ini dapat diproduksi secara masal dan dapat diperjualbelikan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Desa Kupang,” tutur Bu Marsudi, salah
satu anggota kelompok tani.
Pengolahan limbah RPH menjadi pupuk organik
diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengurangi pencemaran limbah tanpa harus
mengubah bentuk bangunan yang merupakan cagar budaya tersebut dan dapat
dikembangkan di berbagai daerah. Selain itu, pupuk organik ini berpotensi
sebagai usaha bisnis masyarakat sehingga dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.