SEMARANG - Pada
tahun 2016, World Health Organization menyatakan bahwa kematian yang
diakibatkan oleh luka bakar mencapai 265.000 orang setiap tahunnya dengan angka
kejadian lebih banyak di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju.
Luka bakar merusak lapisan kulit sehingga mudah untuk terinfeksi bakteri.
Methicillin-Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan salah satu bakteri yang sering
menginfeksi luka bakar. Satu-satunya antibiotik yang efektif untuk mengatasi
infeksi MRSA topikal hingga saat ini adalah mupirosin. Namun, beberapa
penelitian menunjukkan bahwa sebagian MRSA sudah mulai menunjukkan resistensi
terhadap mupirosin dan angka resistensi MRSA terhadap mupirosin akan semakin
meningkat setiap tahunnya.
Berangkat
dari permasalahan tersebut, Irfan Kesumayadi dan Ayyasi Izaz Almas mahasiswa
Program Studi Kedokteran dengan Ilham Nur Hakim Rambe mahasiswa Program Studi
Teknik Kimia Universitas Diponegoro melakukan kolaborasi penelitian di bawah
bimbingan dr.Rebriarina Hapsari Sp.M.K, M.Sc. dalam Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM).
Ketiga
mahasiswa tersebut menciptakan salep dari bahan dasar tanaman rempah asli
Indonesia yaitu temu lawak yang diberi nama STIZOL (Salep Xanthorrizol).
Kandungan xanthorrhizol dan antioksidan pada ekstrak temu lawak memiliki sifat
antibakteri terhadap MRSA, anti nyeri, dan juga mempercepat regenerasi kulit
sehingga cocok untuk digunakan sebagai terapi luka bakar terinfeksi MRSA.
Hasil
percobaan menunjukkan bahwa STIZOL
memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka sama baiknya dengan mupirosin dan
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri lebih baik dibandingkan dengan
mupirosin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan dengan penelitian
pada manusia untuk memberikan terapi terbaru pada luka bakar terinfeksi MRSA
dengan menggunakan ekstrak temu lawak.