SEMARANG - Indonesia merupakan bagian dari segitiga karang (coral triangle). Kawasan
segitiga terumbu karang mencakup wilayah enam negara, yaitu Indonesia,
Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor-Leste. Total
luas terumbu karang di coral triangle sekitar 75.000 km². Indonesia adalah
salah satu negara yang berada di kawasan segitiga terumbu karang dengan wilayah
terluas.
Ekosistem terumbu karang menyumbangkan berbagai biota laut seperti
ikan, karang, moluska, ekinodermata, dan krustasea bagi masyarakat di kawasan
pesisir, dan tempat berpijah bagi berbagai jenis biota laut yang benilai
ekonomi tinggi. Banyak jenis ikan ekosistem karang yang merupakan ekonomis
penting bagi Indonesia, antara lain Ikan ekor kuning (Caesio cuning).
Beberapa daerah
di Indonesia, penangkapan ikan ekor kuning (Caesio cuning) menggunakan
alat tangkap muroami sebagai ikan tangkapan utama. Pada tahun 2011 dikeluarkan
permen KP No. 2 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa muroami dilarang beroperasi di
seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI). Sebagai
gantinya, nelayan menggunakan alat tangkap bubu dan gillnet (jaring insang) untuk
menangkap ikan ekor kuning (Caesio cuning).
Namun, dengan adanya alat
tangkap tersebut belum memberikan solusi terbaik bagi kelestarian sumberdaya
ikan ekor kuning (Caesio cuning) dan kemudahan penangkapan. Oleh karena itu
kami menggagas untuk menciptakan alat yang bernama API-KUNING ((Akustik
Pemanggil Ikan Ekor Kuning) Upaya Konservasi Sumberdaya Ikan Karang) untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
API-KUNING (Akustik
Pemanggil Ikan Ekor Kuning Upaya Konservasi Sumberdaya Ikan Karang) diciptakan
oleh Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Fakultas Teknik
(FT) serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro, yang
diketuai oleh Alayya Eka Putri, dan beranggotakan Moh. Bayu Aji
Samudro dan Fendiawan Adams, serta dibimbing oleh Dr. Aristi Dian Purnama
Fitri, S.Pi., M.Si yang merupakan dosen FPIK.
Melalui ajang
PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) yang sudah berlangsung selama 3 bulan, tim API-KUNING
telah melakukan kerja sama dengan nelayan di Karimunjawa, Jepara, yaitu Pak Nuryanto
dalam rangka uji coba alat.
API-KUNING pada
dasarnya dirancang untuk membantu sistem penangkapan yang aman bagi sumberdaya.
Hal ini dikarenakan API-KUNING memiliki kemampuan untuk memanggil ikan ekor
kuning (Caesio cuning) dari persembunyiannya di karang. Alat tersebut
memanfaatkan air laut melalui proses elektrolisis sebagai sumber energi listrik
yang digunakan untuk menghasilkan suara.
Alayya Eka
Putri selaku ketua tim mengatakan bahwa penggunaan atraktor suara sebagai
penarik perhatian ikan sengaja dilakukan, sehingga ikan akan berkumpul di suatu
tempat tanpa harus menggunakan alat bantu yang merusak karang. Waktu
penangkapan lebih singkat serta memudahkan proses operasi penangkapan sehingga kesejahteraan
nelayan juga meningkat.
Teknologi alat
bantu penangkapan yang dibuat memiliki beberapa keunggulan yaitu alat bantu
penangkapan ikan ekor kuning (Caesio cuning) yang mudah dalam
penggunaanya, murah, efektif serta ramah lingkungan.
Penggunaan API-KUNING
tidak membutuhkan energi listrik dari pembakaran bahan bakar fosil, melainkan
listrik terbarukan karena energi yang digunakan memanfaatkan air laut melalui
proses elektrolisis sebagai sumber energi listrik yang digunakan untuk
menghasilkan suara. Sehingga API-KUNING merupakan alat yang hemat energi dan
ramah lingkungan.
Hasil uji coba
menunjukkan bahwa terjadi penurunan waktu yang dibutuhkan untuk menangkap ikan
ekor kuning (Caesio cuning). Dari 30-45 menit dapat menjadi 15-20 menit
waktu penangkapan.
Tim API-KUNING
berharap karyanya dapat diaplikasikan dan berguna bagi masyarakat nelayan untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka.