MAGELANG, KampusUndip.com - Saat ini permintaan telur
itik di pasaran terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sayangnya, hal ini tidak diimbangi
dengan peningkatan produksi telur di
kalangan peternak itik. Mahalnya harga pakan selalu menjadi persoalan bagi peternak unggas
tersebut, alternatif yang biasanya dipakai oleh peternak itik di pedesaan
adalah dengan cara “angon” atau itik digembalakan ke sawah, sehingga itik-itik
tersebut bisa mencari pakan sendiri, makananya seperti sisa gabah yang
tertinggal atau binatang-binatang kecil. Dengan cara seperti ini biayanya
menjadi lebih murah, namun itik akan rentan terkena penyakit, termasuk ancaman
virus flu burung.
Berawal
dari kunjungan ke Desa Tanjungsari, yang sebagian besar warganya beternak itik, sekelompok mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang yang terdiri dari Retno Wulansari, Mila Oktavia Pratito, dan
Achmad Rinaldi Bariyus dari Departemen Teknik Lingkungan serta Dwi Yulianto
dari Fakultas Teknik, berkolaborasi dengan Wike Winarti dari Fakultas
Peternakan dan Pertanian menggagas pemanfaatan sampah organik baik dari
domestik maupun pertanian dengan kandungan gizi tinggi di Desa Tanjungsari,
Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang.
“Kami awalnya
baca-baca penelitian-penelitian tentang formula protein dan energi
metabolisme yang dibutuhkan oleh itik petelur, juga kandungan bahan alam yang
sekiranya banyak dihasilkan di Desa Tanjungsari yang dapat memenuhi gizi itik tersebut dengan sedikit olahan, baik berupa fermentasi maupun
dengan pembuatan probiotik. Bahan pembuatan yang mudah dan
murah, prosesnya gampang untuk dilakukan, pasti masyarakat mudah mempraktikkan. Sekarang baru pelatihan pada kelompok Karang
Taruna desa Tanjungsari, harapannya dapat meluas ke daerah lain,” ungkap Retno
Wulansari selaku ketua kelompok.
“Pakan itik dengan gizi
yang tinggi terdiri dari campuran konsentrat dan bekatul, saat ini harga
konsentratnya saja mencapai Rp 400.000/sak. Padahal bahan pakan mendominasi biaya pengeluaran dalam beternak, biaya pakan
menjadi biaya yang harus disediakan dengan porsi lebih untuk mengembangkan
peternakan secara intensif dibandingkan dengan kebutuhan lainnya. Jadi harapannya pelatihan ini dapat meningkatkan keuntungan para peternak
Desa Tanjungsari sendiri ini khususnya,” sambung Wike.
Pelatihan pengolahan sampah
organik dilakukan kepada kelompok Karang Taruna desa Tanjungsari mulai Mei 2018
yang juga kemudian dilakukan pelatihan mandiri.
“Pelatihan pengolahan
sampah organik ini menambah keterampilan saya pribadi dan anggota Karang Taruna
lain. Karang Taruna akhirnya mempunyai kegiatan mandiri yang produktif. Selain
itu, sampah organik seperti tulang ikan, sisa makanan, dan limbah pertanian
seperti bungkil kedelai dari sawah yang dibuang kini semakin berkurang karena
kami olah menjadi pakan itik. Saat ini pakan dari sampah organik hanya
digunakan digunakan untuk ternak itik pribadi, juga sudah dijual kepada
tetangga sekitar Desa Tanjungsari. Harapannya selain mengurangi sampah organik,
pakan dari sampah organik ini dapat diproduksi secara masal dan dapat
diperjualbelikan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat desa Tanjungsari,”
tutur Bayu selaku salah satu anggota Karang Taruna.
Pengolahan sampah
organik menjadi pakan itik diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengurangi sampah
organik dan dapat dikembangkan di berbagai daerah. Selain itu, pakan itik berpotensi
sebagai usaha bisnis masyarakat sehingga dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.