SEMARANG,
KampusUndip.com – Saat ini banyak kabar sungai dan lingkungan sekitar tercemar
dimana-mana, yang meresahkan masyarakat di sekitarnya. Banyak yang berpendapat
bahwa sebab lingkungan tercemar hanya dari Industri. Padahal taukah kalian
bahwa kita sendiri juga merupakan bagian dari penyebab pencemaran tersebut?
Sebagai upaya menangani masalah
lingkungan terdapat Program Sustainable Development Goals (SDG’s) 2030.
100-0-100 berarti 100 persen untuk target akses Air Minum, 0 pemukiman kumuh,
dan 100 persen untuk sanitasi yang layak. Program ini merupakan upaya dari
Pemerintah Indonesia yang dilaksanakan melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat yang mengamanatkan Universal Acces dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah.
Mahasiswa dengan segala bentuk
kreativitasnya tidak mungkin tinggal diam melihat kondisi lingkungan sekitarya
dan program yang dijalankan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Guna turut
serta mensukseskan program tersebut, mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) menciptakan alat pengolah air
limbah rumah tangga. Dwi Fitri Lestari, Rakhmat Ryandi Sopyan dan Ajeng Yasinta
Rahmadani merupakan 3 mahasiswa Undip yang menciptakan teknologi tersebut.
Dengan bimbingan Dr.-Ing Sudarno,
S.T., M.Sc, ketiga mahasiswa ini menciptakan teknologi sederhana yang murah dan
ramah lingkungan yang dapat disebut MISOA (Multi Soil Layer). Teknologi ini
merupakan hasil dari Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) yang
diselenggarakan oleh DIKTI.
“Alat MISOA ini memanfaatkan
campuran tanah, batuan zeolite, baru kerikil, arang aktif, dan pasir silika.
Kemudian proses yang terjadi di dalam alat ini menggunakan prinsip dari sistem
multi soil layering dengan kombinasi anaerobic biofilter dan saringan pasir
lambat,” Tutur Dwi Fitri Lestari selaku
ketua dari Tim PKM-KC.
“Pengolahan
dengan alat ini diharapkan mampu menyisihkan zat pencemar seperti COD, BOD,
TSS, Fosfat, minyak dan lemak, dan Amoniak. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No. 68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Limbah Domestik, zat
pencemar tersebut merupakan zat yang dapat ditemukan di limbah rumah tangga dan
tentunya berbahaya bagi lingkungan maupun kesehatan manusia.Jika di dalam suatu
pemukiman terdapat 100 rumah, dan semuanya tidak memiliki pengolahan limbah
maka dapat dipastikan lingkungan tempat tinggal tersebut akan semakin tercemar,
dan tentunya hal ini akan mempengaruhi generasi yang akan datang,” Ujar Rakhmat Ryandi Sopyan,
anggota Tim PKM-KC.
Tujuan dari
dibuatnya alat ini adalah, alat ini dapat menjadi teknologi yang sederhana dan
user friendly ini akan mengubah gaya hidup masyarakat untuk lebih peduli pada
lingkungan tempat tinggalnya, terutama peduli pada limbah yang dihasilkan dari
rumah tangga sendiri. Selain itu, rancang bangun alat yang telah dibuat
diharapkan dapat dipatenkan dan diproduksi dalam jumlah yang banyak sehingga
masyarakat dapat memperoleh alat tersebut dengan mudah, dan tentunya akan
mempercepat pemenuhan target 100-0-100. (Dwi Fitri Lestari)