Surat Untuk Mawapres Undip


Kepada Yth. Rekan-rekan Mahasiswa Berprestasi (MAWAPRES) Universitas Diponegoro, serta yang ingin bercita-cita menjadi MAWAPRES.

Assalamu’alaikum. Apa kabar? Perkenalkan, saya adalah orang yang diberi kesempatan untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi di bangku kuliah Perguruan Tinggi Negeri di Kota Semarang. Saya berasal dari desa, sehingga diberi kesempatan untuk bisa kuliah di kota, adalah pengalaman tersendiri bagi saya. Itulah yang saya rasakan saat dulu menjadi mahasiswa baru dan mengawali kuliah di kampus ini. Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan pesan kesan terhadap MAWAPRES. Namun sebelumnya, izinkan saya untuk sedikit bercerita seputar kehidupan kuliah.

Sama-sama merupakan kegiatan belajar mengajar, kuliah, dari yang sebelumnya adalah sekolah, juga menjadi tantangan tersendiri bagi saya saat awal jadi mahasiswa. Karena bagi saya, kuliah lebih dari sekedar sekolah. Rasanya tak ingin sekedar jadi mahasiswa yang pergi ke kampus hanya untuk duduk di kelas saja mendengarkan dosen bicara lalu langsung pulang, alias mahasiswa "kupu-kupu" (kuliah pulang kuliah pulang). 

Melainkan, ingin ada sesuatu yang bisa digali dan dikembangkan untuk mengasah skill saat jadi mahasiswa dari sekedar kuliah di kelas. Ya, itulah yang saya inginkan saat semester awal dulu. Walau saya menyadari, tantangannya bakal banyak, dan resikonya juga jauh lebih besar jika dibandingkan saya memilih hidup adem ayem saja selama kuliah. Oleh karena itu, skala prioritas mahasiswa sangat diperlukan dalam hal semacam ini.

Dari keinginan itulah, sehingga saya ingin sekali mencoba berbagai ajang maupun kompetisi untuk mengasah skill yang ada di kampus kala itu. Baik intra maupun ekstra kampus. Meski ajang tersebut setelah saya ketahui, tak sefamiliar dengan ajang kompetisi mahasiswa tingkat nasional.

Namun, Tuhan berkehendak lain. Apa yang saya coba pada awal semester kuliah dulu untuk mengasah skill, tak ada hasil yang memuaskan. Banyak hal yang saya dapati saat awal jadi mahasiswa dulu yang tak sesuai harapan. Bahkan berkebalikan dari yang diinginkan. Termasuk nilai akademik. Sehingga dari situasi yang saya dapati di semester-semester awal kala itu, membuat saya sering bertanya kepada diri sendiri, "Kenapa ini?". Entah jalan terjal atau badai besar atau terjangan ombak apa yang saya hadapi di masa awal kuliah dulu. Dari situasi ini pula, saya "telat panas" dengan teman-teman yang lain sesama mahasiswa.

Ya, telat panas. Saya katakan demikian. Di saat teman-teman saya sudah mendapat banyak pengalaman sebagai mahasiswa di semester awal, dapat beasiswa, student exchange ke luar negeri, saya masih berkutat di pusaran turbolensi. Melewati medan terjal, sibuk “menjaga nyala api” di tengah badai, maupun menjaga kapal agar tidak tenggelam dari terjangan ombak di lautan.

Saya telat panas. Karena baru benar-benar menyadari apa itu PMW (Program Mahasiswa Wirausaha), PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional), MTQMN (Musabaqah Tilawatil Quran Mahasiswa Nasional), MAWAPRES (Mahasiswa Berprestasi) maupun ajang kompetisi mahasiswa dan pengembangan skill lainnya yang ada di kampus, di saat saya sudah melewati setengah masa studi normal sebagai mahasiswa program Sarjana.

Dan, dari ajang-ajang yang disebutkan di atas, tak ada satu pun yang bisa saya ikuti, sama sekali. Meskipun itu hanya lolos sebagai peserta.

Atas kondisi di awal kuliah ini, saya berusaha tabah akan takdir tersebut. Sabar, tapi saya tak ingin tinggal diam. Saya yakin Tuhan punya kehendak lain. Semester demi semester silih berganti. Tahun demi tahun saya lewati. Hingga usia saya menginjak umur 20 tahunan. Suatu masa yang katanya, akan mendapati banyak hal yang baru dan berbeda. Di saat yang sama, masa studi saya juga telah melewati waktu normal. Ibarat permainan sepakbola, waktu studi saya sudah memasuki masa injury time atau tambahan waktu.

Pada masa injury time inilah, sikap tak tinggal diam dengan cara yang saya tempuh, bertahap namun pasti, membuat saya memahami apa itu ajang PMW, PIMNAS, MTQMN maupun MAWAPRES melalui jalan yang berbeda. Tak hanya memahami, saya juga merasakan atmosfer ajang tersebut. Walau sudah tak bisa lagi mengikuti ajang ini sebagai peserta. Meski saya menyadari, sikap tak tinggal diam di masa injury time ini juga mengandung resiko besar. 

Ada ungkapan dari dalam diri saya yang menjadi penyemangat meski gagal di awal dan bukan sebagai peserta kompetisi lagi. Ungkapan tersebut jika saya jabarkan seperti ini, "Saya memang tidak bisa menjadi MAWAPRES, tapi saya masih bisa mendapatkan nilai dan tujuan yang terkandung dalam ajang MAWAPRES dengan cara saya sendiri. Untuk memberikan manfaat bagi saya, dan bagi orang lain." Begitulah prinsip saya. Karena saya meyakini, dalam kompetisi, juara memang target utama. Namun juara bukan akhir dari segalanya.

Sehingga dari pengalaman awal kuliah saya yang tak berjalan mulus ini, saya punya pesan dan catatan, khususnya bagi mahasiswa yang ingin mengembangkan dan mengasah skill lewat ajang kompetisi, alangkah baiknya bisa mengetahui dan mencari tahu segala informasi tentang ajang-ajang kompetisi mahasiswa seperti contoh tadi sejak awal kuliah semester pertama. Apalagi sekarang informasi mudah di dapat melalui internet. Bisa disearching. Jika perlu jauh sebelum jadi mahasiswa, saat dibangku SMA misalkan, agar bisa mengetahui dan mempelajari ajang tersebut. Agar paham lebih dini, supaya on fire sejak awal.


Mahasiswa Berprestasi

Dari sekian banyak ajang kompetisi mahasiswa yang disebutkan di atas, MAWAPRES punya nuansa tersendiri bagi saya. MAWAPRES atau yang kini juga dikenal dengan PILMAPRES (Pemilihan Mahasiswa Berprestasi), adalah sebuah ajang kompetisi resmi antar mahasiswa perguruan tinggi se-Indonesia dari Kemenristekdikti RI.

Mengapa saya kali ini lebih memberikan perhatian khusus terhadap MAWAPRES? Dengan segala hormat dan tidak mengkesampingkan ajang lainnya, ada beberapa hal yang membuat Pemilihan MAWAPRES ini terasa berbeda.

Oh iya, sebelumnya, hal yang akan saya jabarkan ini berdasarkan pengalaman pribadi saat mencoba mengintip ajang MAWAPRES dari balik layar. Jadi, kalau ada yang salah atau kurang, mohon dimaafkan. Karena di awal sudah disampaikan, saya sama sekali tak pernah merasakan bagaimana menjadi peserta dalam ajang kompetisi mahasiswa seperti MAWAPRES secara langsung.

Pertama, sukses tidaknya seseorang menjadi MAWAPRES sangat ditentukan oleh softskill (keahlian individu), prestasi dan pengalaman mahasiswa “di luar kelas” jauh sebelum mendaftarkan diri sebagai calon/peserta seleksi MAWAPRES. Makin banyak ketiga hal tersebut diperoleh, makin besar pula peluang untuk menjadi juara MAWAPRES.

Artinya, IPK tinggi saja tidak cukup. Meskipun IPK cumlaude, bahkan sempurna, 4,00. Dijamin. Perlu ada tambahan softskill/keahlian individu dan prestasi yang diraih juga, syukur bisa prestasi tingkat internasional. Soal softskill, ada cerita dari salah satu mahasiswa peserta seleksi MAWAPRES yang saya dapati, dia IPK-nya kalah dengan rekan kompetitornya. Namun, karena dia punya kemampuan berbahasa asing yang baik, bahasa Inggris, bahasa Jepang, justru dia lah yang terpilih sebagai Juara 1 MAWAPRES.

Sehingga jika boleh diibaratkan, seleksi MAWAPRES itu seperti melamar kerja. IPK saja nggak cukup. Sekalipun IPK-nya tinggi alias cumlaude. Namun perlu ada tambahan softskill dan pengalaman yang lebih menentukan. Sehingga diprediksikan, mereka yang pernah menjadi MAWAPRES akan mudah dalam mendapatkan pekerjaan.

Kedua, kompetisi MAWAPRES butuh kesiapan, semangat dan perjuangan ekstra keras dari seorang individu mahasiswa peserta/calon MAWAPRES tersebut. Disamping ada tim dibalik layar yang turut membantu.

Kenapa? Karena dia lah pemain utamanya. Ibarat film, seorang MAWAPRES yang telah terpilih, dia adalah aktor paling utama. Saat menuju tingkat nasional, dia lah yang paling menentukan sejauh mana persiapan delegasi MAWAPRES dari kampusnya. Mulai persiapan membuat video profil dan keseharian, maupun persiapan lainnya. Karena ajang ini sifatnya lebih kepada hasil, kesiapan, dan kemampuan individu.

Contoh simpel, tim pembuat video sudah siap, namun sang MAWAPRES justru kondisi kesehatannya kurang prima, padahal dia adalah pemain utama (tunggal). Apa boleh buat, pembuatan video pun diundur. Itu contoh simpelnya.

Berbeda dengan PMW atau PIMNAS, yang bisa diikuti secara kelompok. Apabila ada satu rekannya yang berhalangan hadir untuk menjalankan program, masih ada anggota tim lain yang mem-backup. Dengan catatan bukan ketika momen penting seperti monev dan puncak PIMNAS.

Oleh karena itu, kesehatan, kebugaran diri, dan kondisi jiwa raga dari MAWAPRES harus selalu dijaga dalam keadaan prima. Apalagi ketika sudah menjadi delegasi MAWAPRES tingkat nasional. Kesehatan dan kebugaran menjadi hal yang wajib untuk dijaga.

Ketiga, hal lain yang juga perlu dipahami adalah, Pemilihan MAWAPRES punya tingkatan level kompetisi. Uniknya, tiap tingkatan punya juaranya. Kalau boleh saya katakan, PILMAPRES adalah kompetisi berkesinambungan. Apa maksudnya?

Maksud dari PILMAPRES atau MAWAPRES kompetisi berkesinambungan ialah kompetisi ini punya berbagai tahapan dan saling berkaitan. Setidaknya ada 3 tahapan/level yang perlu diketahui, yakni level terkecil tingkat jurusan/fakultas, lalu naik ke tingkat universitas, hingga puncaknya di tingkat nasional sebagai tahap akhir. Tiap level punya juaranya. Namun, yang paling utama adalah juara di level MAWAPRES nasional.

Karena MAWAPRES kompetisi berkesinambungan, apabila sudah menjadi juara di tingkat fakultas, sebenarnya kompetisi baru 1/3 jalan yang dilalui. Masih ada seleksi tingkat universitas guna menentukan siapa yang terbaik dari tiap fakultas untuk menjadi MAWAPRES Utama universitas. Dan ketika sudah berhasil menjadi MAWAPRES Utama universitas pun, sebenarnya kompetisi ini juga belum selesai. Baru 3/4 jalan yang dilalui. Masih ada sisa 1/3 jalan terakhir yang harus dilalui. Dimana jalan itu? Yaitu MAWAPRES Utama masih harus berjuang di tingkat nasional (tahap akhir) dengan mahasiswa terbaik dari seluruh Perguruan Tinggi se-Indonesia yang dikirimkan. Dan kompetisi ini baru bisa dikatakan selesai, manakala sudah diketahui siapa yang menyandang predikat sebagai Juara MAWAPRES Terbaik Tingkat Nasional.

Maka dari itu, tidak boleh terlalu puas dulu jika sudah menjadi juara di tingkat fakultas. Puas boleh, namun sewajarnya. Karena jalan kompetisi masih panjang.

Soal persaingan, tentu yang paling “mudah” adalah seleksi tingkat jurusan/fakultas karena kompetitornya berada dalam ruang lingkup tersebut. Dan paling sulit jelas tingkat nasional, karena kompetitornya dari mahasiswa terbaik se-Indonesia.

Jadi, apabila bercita-cita menjadi MAWAPRES Nasional, syarat pertama adalah menjadi juara di tingkat jurusan/fakultasnya untuk menjadi wakil di seleksi tingkat universitas. Lalu, jika sudah lolos ke seleksi tingkat universitas, syarat mutlak agar bisa menjadi delegasi MAWAPRES Nasional adalah harus juara pertama. Ya, juara pertama. Karena hanya juara pertama lah yang dikirimkan ke tingkat nasional. Aturannya demikian, tiap kampus hanya bisa mengirimkan 1 delegasi terbaiknya dari masing-masing program Sarjana dan Diploma.

Tiga hal itulah yang membuat ajang MAWAPRES punya nuansa tersendiri bagi saya disamping merupakan ajang kompetisi mahasiswa tingkat nasional resmi dari Kemenristekdikti RI.

Masih ada yang kurang kah dengan penjabaran seputar MAWAPRES di atas? Jawabannya masih. Sebagai tambahan, satu hal lain yang tak kalah penting dan perlu diperhatikan adalah attitude, atau teori sikap. Sikap terhadap orang lain, gaya komunikasi, penampilan, juga sangat menentukan sukses tidaknya seseorang di PILMAPRES. Berdasarkan pengamatan, biasanya attitude ini akan tampak dan kelihatan dalam video profil dan keseharian yang dibuat. Dan menentukan lolos tidaknya sebagai Finalis MAWAPRES Nasional. Maka attitude ini juga perlu diperhatikan.


Harapan Untuk MAWAPRES Undip

Teruntuk mahasiswa Undip yang mendapat kesempatan menjadi MAWAPRES di ajang naungan Kemenristekdikti RI ini, siapapun itu, sudah sepatutnya untuk bersyukur. Baik MAWAPRES tingkat jurusan/fakultas, maupun universitas. Karena kompetisi ini adalah kompetisi yang tidak semua orang bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi MAWAPRES, khususnya MAWAPRES 1 (Utama) yang menjadi wakil universitas di tingkat nasional. Bersyukur karena sudah paham apa itu MAWAPRES sejak dini. Belum lagi dengan segudang pengalaman berharga di dalamnya.

Untuk MAWAPRES Undip yang mewakili universitas di tingkat nasional, semangat selalu dan jaga kesehatan sejak terpilih. Perjalanan menuju MAWAPRES Nasional sangat panjang dan butuh perjuangan.

Dan, untuk MAWAPRES Undip yang berhasil lolos sebagai Finalis di tingkat nasional, bagi saya, bagi kami, engkau adalah cahaya yang menerangi kampus ini. Cahaya terang di tengah dinamika kampus yang datang silih berganti. Bertahun-tahun saya kuliah, banyak sekali dinamika yang terjadi di kampus yang saya dapati. 

Disisi lain, saya sangat berharap bisa mendapat kabar bahagia, berita membanggakan dan ikut merasakan sebuah kampus bernama Universitas Diponegoro mengukir prestasi. Dan harapan itu rasanya terobati, tatkala mendengar kabar mahasiswa dari kampus ini mengukir prestasi, termasuk salah satunya dari ajang Mahasiswa Berprestasi.

Harapan puluhan ribu mahasiwa Undip beserta civitas akademika lainnya memang berada dipundakmu. Namun engkau tak perlu khawatir, tak perlu merasa berat menanggung harapan itu semua. Karena kami, diri ini, senantiasa memanjatkan doa untukmu. 

Mari, niatkan diri dalam berkiprah di puncak kompetisi MAWAPRES Nasional untuk tak sekedar mengejar target juara, namun sebagai rasa syukur akan ridho orang tua, teman, semuanya, atas kesempatan yang diberikan untuk berkiprah di puncak kompetisi tertinggi Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional, yang tidak semua orang bisa merasakan tahapan ini. Karena dengan bersyukur, Tuhan akan memberikan nikmat kepada hamba-Nya dari jalan yang tidak disangka-sangka.

Memang tidak mudah untuk bisa menembus tahapan hingga menjadi Finalis MAWAPRES tingkat nasional dan menjadi juara di level tertinggi kompetisi MAWAPRES ini. Namun harapan akan selalu ada bagi mereka yang terus berusaha. 

Oleh karena itu, untuk MAWAPRES Undip yang berhasil melaju sebagai Finalis tingkat nasional, kapanpun itu, siapapun engkau, apapun hasilnya, satu kata untukmu, TERIMA KASIH. Karena engkau telah berusaha dengan kemampuan terbaik yang dimiliki. Dengan segala tenaga, pikiran, dan pengorbanan yang engkau berikan. Sehingga apapun hasilnya, di saat kau pulang nanti, kami sangat berterima kasih atas perjuangan dan sumbangsihmu untuk almamater.

Demikian surat ini saya tulis, mohon maaf jika ada kalimat yang kurang berkenan. Semoga keberkahan dan kemuliaan senantiasa menyertai. Semoga bermanfaat. Terima kasih. Salam.

Semarang, 11 Juli 2017

Hormat saya untuk para MAWAPRES,
Aji Kurniawan AP