Plastik masih menjadi
masalah yang cukup pelik baik di Indonesia maupun dunia. Kebijakan pemerintah
dalam menerapkan plastik berbayar, nyatanya bukanlah solusi yang efektif.
Alhasil kebijakan itu hanya berlaku dalam hitungan bulan saja. Padahal, bisa
dipastikan sebagian besar masyarakat menggunakan barang ini.
Kebanyakan plastik yang ada
saat ini terbuat dari minyak bumi yang merupakan sumberdaya alam tidak
terbarukan sehingga menyebabkan plastik tidak mudah terurai secara alami. Hal
tersebut pada akhirnya akan menimbulkan pencemaran lingkungan.
Kondisi ini mendorong lima
mahaiswa Fakultas Teknik Undip, yaitu Novita Siti Lestari, Retno Wulansari,
Putri Ade Riswanti, Ridla Setya Nur Armina dan Rio Agung Prabowo membuat
plastik yang mudah terurai secara alami atau biodegradable dan berasal dari
bahan terbarukan. Mereka memanfaatkan limbah tongkol jagung yang dikombinasikan
dengan sukun sebagai bahan plastik biodegradable.
Bahan-bahan yang bisa
digunakan untuk membuat plastik biodegradabel adalah senyawa-senyawa yang
terdapat pada tanaman seperti pati, selulosa, sedangkan pada hewan seperti,
kitin, kasein, dan kitosan.
“Tongkol jagung selama ini
belum banyak dimanfaatkan dan hanya dibuang begitu saja. Padahal, dalam tongkol
jagung terdapat CMC sehingga berpotensi untuk dibuat bahan aditif plastik.
Begitupun buah sukun, yang sering saya dan teman-teman amati buah ini juga
masih minim pemanfaatanya, malah menjadi limbah karena dibiarkan jatuh begitu
saja dan akhirnya busuk,” jelas Novita, Rabu (5/7) di Fakultas Teknik Undip.
Novita menyampaikan saat ini
sebenarnya telah banyak dikembangkan plastik biodigredable dengan memanfaatkan
bahan terbarukan yang berasal dari kitosan, udang, kepiting, serta pati singkong.
“Kami menggunakan pati yang
di ambil dari sukun dan CMC dari tongkol jagung yang memungkinkan untuk
digunakan sebagai plastik biodegradable dalam penelitian ini,” tuturnya.
Sukun yang mudah didapatkan
dari sekitar kampus dan tongkol jagung yang didapat dari sejumlah tempat
penjual olahan jagung seperti jagung bakar dan jagung serut selanjutnya mereka
teliti. Tepung yang didapat dari buah sukun terlebih dahulu diambil patinya
dengan cara diendapkan. Kemudian hasil endapan tersebut dikeringkan dan diayak
dengan ukuran 100 mesh. Sedangkan sintesis dan isolasi dilakukan pada tongkol
jagung sehingga diperoleh senyawa CMC.
Pati sukun dan CMC
selanjutnya dipanaskan dan dilakukan pengadukan dengan hot stirrer agar larutan
homogen dengan diberi tambahan gliserol. Setelah itu, dioven sehingga diperoleh
plastik yang diinginkan.
“Hasil penelitian
menunjukkan limbah tongkol jagung dan buah sukun berpotensi untuk digunakan
dalam pembuatan plastik,” terang Novita.
Meskipun hasilnya
menunjukkan kedua bahan itu berpotensi digunakan sebagai plastik biodegradable,
imbuh Novita, ke depan masih perlu dilakukan serangkaian penelitian lanjutan.
Pasalnya, didapatkan plastik
yang tidak terlalu bersih karena kita tidak melakukan proses bleaching pada
pati dari sukun yang digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan
bahan kimia," jelasnya.
Penelitian ini diharapkan
menghasilkan bioplastik berbahan pati sukun dan CMC dari tongkol jagung yang
kuat dan mudah terdekomposisi.
"Harapannya produk
bioplastik ini dapat dikembangkan di Indonesia sebagai substitusi plastik
konvensional," ungkapnya.