Mahasiswa Undip Manfaatkan Limbah Kulit Ikan Sebagai Pengemas Ramah Lingkungan


Pengemasan merupakan salah satu proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan untuk menjaga produk pangan agar tetap awet dan mempunyai kualitas yang baik. Produk pangan akan memiliki daya awet yang panjang jika diberi pengemas. Penggunaan kemasan plastik sudah umum digunakan karena mampu menghambat oksidasi dan masuknya uap air.

Plastik merupakan film sintetis sehingga mempunyai sifat non-biodegradable. Menurut Siswono (2008), kelemahan plastik lainnya adalah berbahaya bagi kesehatan karena adanya migrasi residu monomer vinil klorida penyusun polivinilklorida (PVC) yang bersifat karsinogenik. Monomer tersebut akan masuk pada makanan dan masuk ke dalam tubuh yang mengkonsumsinya. Penumpukan bahan kimia yang telah masuk ini tidak larut dalam air akan menimbulkan gangguan kesehatan bagi pemakainya dan mengakibatkan kanker.

Mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (FPIK Undip) mencoba memanfaatkan limbah kulit ikan nila dipadukan dengan agar, karagenan, dan alginat sebagai bahan baku untuk pembuatan pengemas edible film yang ramah lingkungan. Mereka terdiri dari Hilaria Deanti, Kunti Aliya, Josefhin Margaretha Hulu, Anjar Setyaji, dan Ratih Nurfaizi Elyanti.

Kulit ikan nila di ekstrak menjadi gelatin. Gelatin ini lah yang akhirnya akan menjadi bahan baku pembuatan edible film.

“Selama ini kan kita hanya tahu gelatin dari sapi dan babi, namun bagi sebagian orang di Indonesia tidak bisa mengkonsumsi babi dan sapi, maka dari itu kami mencari alternatif bahan baku lain yang dapat dikonsumsi oleh semu kalangan, kata Hilaria Deanti selaku ketua tim.


Limbah kulit ikan nila didapatkan dari hasil samping perusahaan Pembekuan Fillet Ikan Nila yaitu PT. Aquafarm di daerah Kendal. Limbah kulit ikan nila umumnya belum banyak dimanfaatkan. Kulit ikan umumnya hanya dijadikan kerupuk kulit termasuk kulit ikan nila. Padahal kulit ikan nila mempunyai kandungan kolagen yang tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk pembutan gelatin.

“Untuk mengubah kulit ikan menjadi gelatin yaitu dengan cara proses ekstraksi. Kemudian dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven hingga kering, kata Ratih sebagai anggota tim.

“Gelatin kulit ikan tidak sebagus gelatin dari tulang sapi dan babi, sehingga perlu dilakukan modifikasi untuk memperbaiki struktur fisiknya. Maka diperlukan cross lingking agent yang bersifat murah, aman, alami dan dapat diperbaharui, serta mampu meningkatkan sifat barrier edible film,” kata anggota tim lainnya, Kunti Aliya.

Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah gliserol, karagenan, agar dan alginat. Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang fleksible dan halus. Karagenan, agar dan alginat berpotensi dikembangkan menjadi edible film yang sifatnya elastis, dapat dimakan, dan dapat diperbaharui.

Penambahan rumput laut sebagai cross linking pada edible akan mempengaruhi sifat asli dari protein. Menurut Athukorala et al. (2003), ekstrak rumput laut mengandung senyawa fenol yang dapat terkonversi menjadi quinone ketika dioksidasi dan berpotensi menjadi cross lingking agent pada pembentukan edible film. Adanya ikatan silang tersebut akan membuat pori-pori film dari protein semakin kecil, sehingga daya serap uap air akan semakin rendah.