Jawa Tengah merupakan wilayah yang mempunyai potensi besar
dalam usaha peternakan sapi perah dan industri susu. Hal tersebut tercermin
dari banyaknya jumlah Industri Pengolahan Susu (IPS) yang dibangun di wilayah
Jawa Tengah, yaitu Indolakto, Cimory, Cita Nasional, Frishian Flag, dan
lain-lain. Keberadaan IPS yang letaknya berdekatan dengan peternakan sapi perah
rakyat sesungguhnya menguntungkan peternak karena produksi susu diharapkan
dapat diserap seluruhnya oleh IPS sehingga kesejahteraan peternak meningkat.
Namun demikian, pada kenyataannya, susu segar yang diprodusi
tidak seluruhnya dapat dibeli oleh IPS. Sebagian dari susu yang dihasilkan
peternak ditolak oleh IPS dengan alasan kualitasnya rendah dan tidak sesuai
dengan standar IPS. Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh grup
penelitian kami, jumlah cemaran bakteri dalam susu segar di beberapa Kabupaten
di Jawa Tengah mencapai 2 – 7 x106 CFU/ml susu. Angka cemaran
tersebut berada jauh diatas batas maksimal jumlah bakteri dalam susu segar yang
di syaratkan oleh SNI (1 x106 CFU/ml susu).
Dampak yang ditimbulkan secara langsung oleh tingginya
cemaran tersebut adalah kerugian ekonomi yang cukup besar disisi peternak
karena susu yang mengandung bakteri dalam jumlah yang tinggi akan menyebabkan
susu mudah rusak/menggumpal. Dari sisi konsumen, susu yang mengandung bakteri
patogen tentunya berbahaya untuk kesehatan. Dari sisi usaha peternakan,
peternak akan mengalami kerugian yang besar karena susu yang diproduksi ditolak
oleh IPS.
Pencelupan putting sapi (teat
dipping) ke dalam cairan antiseptik dilakukan segera setelah pemerahan
selesai dengan tujuan untuk menghambat bakteri masuk ke dalam putting dan
ambing, sehingga dapat meminimalisasi jumlah
cemaran bakteri dalam susu. Di lapangan, peternak banyak yang tidak
melakukan pencelupan puting sapi (teat
dipping) dengan alasan jika membeli antiseptik
komersial maka akan menambah biaya produksi. Hanya sebagian kecil peternak yang
melakukan dipping putting sapi perah menggunakan obat antiseptik komersial
seperti iodine, chlorhexidine, dan chlorine.
Penggunaan antiseptik kimia tersebut dapat meninggalkan residu dalam susu yang
nantinya akan terakumulasi dalam tubuh konsumen (manusia). Penggunaan
antiseptik berbahan dasar herbal lokal yang aman (tanpa menimbulkan residu) dan
ekonomis diharapkan mampu menggantikan antiseptik kimia komersial.
Babadotan (Ageratum
conyzoides) adalah tanaman yang tumbuh liar di pekarangan, tepi jalan,
perkebunan dan tanah lapang. Keberadaannya sering disebut sebagai gulma karena
manfaat klinisnya belum banyak diketahui oleh masyarakat. Pada penelitian ini, dilakukan
pengamatan mengenai pengaruh pencelupan puting ambing sapi perah (teat dipping) dengan ekstrak babadotan
terhadap jumlah bakteri dalam susu.
Selain jumlah bakteri
secara keseluruhan, kami juga meneliti pengaruh penggunaan ekstrak babadotan
terhadap jumlah baktori patogen (berbahaya) penyebab mastitis (peradangan
ambing), yaitu bakteri Staphylococcus
aureus dan Coliform. Dalam
penelitian ini, kami membandingkan ekstrak babadotan dengan antiseptik
komersial yaitu povidone iodine yang biasa digunakan oleh peternak sapi perah sebagai obat dipping puting.
Percobaan dipping puting
dilakukan selama 14 hari, setelah pemerahan pagi dan pemerahan sore hari.
Sample susu diambil pada sebelum perlakuan untuk mengetahui kondisi awal atau
jumlah bakteri dalam susu sebelum perlakuan dipping putting. Setelah 14 hari
perlakuan dipping sample susu kembali diambil untuk dianalisis di Lab. Selain
parameter mikrobiologis, kami juga melakukan pengamatan terhadap jumlah
produksi susu dan potensi ekstrak Babadotan sebagai antiinflamasi atau anti radang.
Produksi susu dicatat pada 3 hari sebelum percobaan dan selama masa percobaan.
Tingkat peradagan pada ambing diketahui dengan melakukan uji California Mastitis Test (CMT).
Penurunan peradangan pada ambing diketahui dari persentase penurunan skor CMT.
Hasil penelitian
1. Jumlah bakteri dalam susu lebih rendah pada sapi yang mendapat perlakuan teat dipping dengan antiseptik ekstrak
daun babadotan dibandingkan sapi yang tidak mendapat perlakuan dipping.
2.
Persentase penurunan jumlah bakteri
patogen Staphylococcus aureus dan Coliform pada sapi yang menggunakan
antiseptik ekstrak babadotan dengan povidone
iodine adalah sama. Persentase penurunan jumlah bakteri lebih dari 70%.
3.
Hasil uji CMT menunjukkan bahwa ekstrak daun
babadotan mampu
menurunkan jumlah peradangan ambing (mastitis) lebih
besar jika dibandingkan dengan Povidone
iodine. Hal tersebut diketahui dari tingginya persentase penurunan skor CMT
pada kelompok sapi yang menggunakan dipping
ekstrak daun babadotan dibandingkan dengan kelompok sapi yang menggunakan dipping dengan Povidone
iodine.
4.
Dipping
menggunakan ekstrak daun babadotan tidak memberikan pengaruh negatif terhadap
produksi susu. Jumlah produksi susu sebelum perlakuan teat dipping dan selama masa
perlakuan teat dipping relatif sama.
Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk mensejahterakan peternakan
rakyat. karena dapat menghasilkan susu yang berkualitas sesuai standart
nasional Indonesia (SNI). Adapun manfaat
dari hasil penelitian yaitu dapat menciptakan produk obat untuk dipping (pencelup) puting sapi perah yang aman, ekonomis, dan ramah lingkungan.
Luaran
Produk antiseptik herbal “AGERA-MASTIC”
yang mengandung ekstrak daun Babadotan (Ageratum
conyzoides), yang bernilai HKI.
Tim :
1.
Mahpudin (2012)
2.
Ahmad Farras Faza (2013)
3.
Anindita Arizza Putri Ulya (2013)
4.
Annisa Ramandhani (2013)
5.
Wahyu Adri Harjanti (2013)
Pembimbing:
- drh. Dian Wahyu Harjanti, PhD.
(Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas
Peternakan dan Pertanian UNDIP)
(PKM dengan judul “GREEN ANTISEPTIC EKSTRAK BABADOTAN (Ageratum conyzoides) UNTUK DIPPING PUTING SAPI PERAH YANG AMAN, EKONOMIS, DAN RAMAH LINGKUNGAN” ini telah lolos pendanaan dikti tahun 2015 dan dipresentasikan dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional/PIMNAS 28 di Kendari) (KUC/ drh. Dian Wahyu Harjanti, PhD)
#KawalPIMNAS Untuk Undip Raih Emas…!
- Ringan Mencerdaskan -